Page 423 - MATAHARI TERBIT DIATAS SERIBU BUKIT- 2023
P. 423
Beliau lantas bertanya ke hadirin, di masjid tersebut biasanya tarawih
plus salat witir berapa rakaat? Hadirin menjawab: “Duaaaa puluuuuh tigaaa
rakaaaat…”
Pak AR sebagai orang Muhammadiyah tulen yang biasa salat tarawih
plus witir sebelas rakaat pun mengangguk santai. Mulailah beliau mengimami
salat dengan khusyuk.
Di masjid itu, biasanya untuk mengerjakan salat tarawih plus witir 23
rakaat butuh sekira sejam saja. Cara ngimami Pak AR pelan, halus, kalem,
tuma'ninah,khusu' surah yang dibaca pun cukup panjang (sedang) sehingga
baru usai delapan rakaat saja, durasinya sudah melampaui shalat tarawih ala
NU yang 23 rakaat.
Pak AR berkata sambil menoleh pada jamaah sebelum lanjut takbir
berikutnya: “Ini mau lanjut 23 rakaat ala NU beneran?”
Kompak para jamaah menyahut: “Ala Muhammadiyah saja”
Pak AR pun senyum menyetujui, diiringi tawa gelak para jamaah.
Begitu Tuntas tarawih dan witir, Gus Dur dengan sigap mengambil
pengeras suara dan berkata kepada para jamaah di hadapan Pak AR.
“Baru kali ini ada sejarahnya warga NU di kandang NU di Muhammadiyah kan
secara massal oleh seorang Muhammadiyah saja".
Semua orang tertawa terkekeh kekeh , termasuk Pak AR.
6) Muhammadiyah Hampir Jadi Partai Politik
Tahun 1921, ada Sidang Hoofdbestuur Muhammadiyah (PP
Muhammadiyah). Di situ para assabiqunal awwalun Muhammadiyah
berkumpul, para pendiri dan generasi pertama pimpinan dan aktivis
Muhammadiyah. Yang menarik, dalam pertemuan itu ada tokoh yang tidak
pernah kita kenal sebagai orang atau aktivis Muhammadiyah. Beliau bisa
tampil meyakinkan dalam forum para pembesar, pimpinan Muhammadiyah
generasi pertama berkumpul. Orang itu adalah Haji Agus Salim.
Matahari Terbit
410 Diatas Seribu Bukit
Sejarah Pergerkan Muhammadiyah Gunungkidul