Page 78 - MATAHARI TERBIT DIATAS SERIBU BUKIT- 2023
P. 78
ini telah membuat Sunan Kalijaga terkenal di kalangan semua kelas dan semua
golongan masyarakat di Jawa.
3. Akulturasi, Mengubah Sesaji Menjadi Selametan
Salah satu bentuk kegiatan dakwah Sunan Kalijaga adalah mengganti
sesaji dengan selametan. Dahulu, sebelum masuknya Islam ke Indonesia sekitar
abad ke-15, masyarakat Jawa memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme,
yaitu kegiatan berupa pemujaan terhadap roh gaib dan roh leluhur. .
Kebiasaan masyarakat pada masa itu adalah mempersembahkan sesaji
berupa bunga, terong pahit, kemenyan, buah-buahan, ayam goreng, dan telur
rebus. Adat tersebut dilakukan sebagai bentuk pemujaan dan mendekatkan diri
dengan sesajen. Biasanya baki sesajen diletakkan di pojok rumah, di bawah
tempat tidur, di kaki pohon besar, di perempatan dekat rumah, di pinggir
jembatan. Dalam praktiknya, sesajen tidak boleh dimakan dan dibiarkan
dimakan atau dibusukkan oleh hewan.
Dalam dakwahnya, Sunan Kalijaga tidak serta merta menampik aktivitas
yang biasa dilakukan masyarakat. Ia menyisipkan nilai-nilai Islam ke dalamnya
atau melalui proses dakwah Islamisasi. Istilah “sesajen” diganti dengan
“selametan”, dari asal kata Islam, yang sebenarnya berarti “kedamaian” dan
“kebahagiaan dan kemakmuran”.
Tujuannya diubah, dari dipersembahkan kepada roh gaib atau dewa
sesembahan, menjadi sedekah berupa makanan kepada masyarakat yang ,
dalam hal ini masyarakat yang membutuhkan, kerabat, fakir miskin, dan anak –
anak yatim piatu.
4. Tembang Lir-Ilir
Sunan Kalijaga menggunakan tokoh wayang dan syair Jawa sebagai sarana
dakwah. Dalam cerita wayang dari ajaran agama Hindu, ia menceritakan kisah
Ramayana dan Mahabarata. Untuk mendapatkan penerimaan sosial, ia
menggunakan cerita dan tokoh wayang sebagai wahana dakwah tentang proses
Matahari Terbit
65 Diatas Seribu Bukit
Sejarah Pergerkan Muhammadiyah Gunungkidul