Page 64 - MATAHARI TERBIT DIATAS SERIBU BUKIT- 2023
P. 64
Prabu Kanthong Bolong yang gagah dan tampan pun berubah seketika menjadi
Petruk. Kemudian berlutut dihadapan Semar dan tersadarlah Petruk.
“Maka seharusnya penguasa itu menghargai kawula. Penguasa itu harus
berkorban demi kawula, tidak malah ngrayah uripe kawula (menjarah hidup
rakyat). Kwasa iku kudu ana lelabuhane (kuasa itu harus mau berkorban). Kuasa
itu bahkan hanyalah sarana buat lelabuhan, kendati ia masih berkuasa, ia tidak
akan di-petung (dianggap) oleh rakyat. Raja itu bukan raja lagi, kalau sudah
ditinggal kawula. Siapa yang dapat memangkunya, agar ia bisa menduduki
tahta, kalau bukan rakyat? Raja yang tidak dipangku rakyat adalah raja yang
koncatan (ditinggalkan) wahyu,”
Itulah sepenggal cerita wayang Petruk dadi ratu semoga bisa menjadi inspirasi
buat kita semua
2). Dakwah Islam melalui Tradisi (Budaya)
Di Kabupaten Gunungkidul budaya pementasan wayang kulit dilakukan
baik secara perorangan ketika ada anggota masyarakat yang berkemampuan
memboking biaya pementasan ketika memiliki hajatan temanten, khitanan,
ulang tahun dan lain sebagainya atau terkadang diselenggarakan dengan biaya
‘patungan’ secara bersama pada acara merti deso/bersih dusun atau yang
dikenal dengan istilah Rasulan.
Masyarakat Gunungkidul memaknai Rasulan sebagai hari raya ketiga
selain Idul Fitri dan Idul Adha. Jadi, even budaya ini mirip dengan tradisi lebaran,
di mana seseorang datang ke tempat kerabatnya untuk bersilaturrahmi dan
menikmati hindangan spesial yang disediakan oleh tuan rumah. Oleh karena itu,
pada hari “H” pelaksanaan Rasulan ini, setiap keluarga biasanya membuat
makanan spesial untuk tamu-tamu mereka. Dengan demikian, keberadaan
tradisi Rasulan ini menjadi salah satu wadah bagi masyarakat Gunungkidul
untuk memupuk semangat kekeluargaan dan mempererat tali persaudaraan
antarwarga.
Matahari Terbit
51 Diatas Seribu Bukit
Sejarah Pergerkan Muhammadiyah Gunungkidul