Page 417 - MATAHARI TERBIT DIATAS SERIBU BUKIT- 2023
P. 417
“ Wah Pak kami kesulitan mengatasinya, sebab Pastur itu setiap Minggu
sore datang, mengumpulkan anak-anak kemudian berceritera tentang
dongeng-dongeng anak yang menarik, anak-anak diajari menyanyi, dan
sebagainya”, keluh salah satu aktivis.
“ Lalu maksud adik-adik ini bagaimana?” Tanya Pak AR
“ Habis kami harus bagaimana, Pak? kadang pastur itu membawa
kembang gula, bawa buku”, jawab aktivis lainnya
“ Terus sekarang ini adik-adik ini, sudah melakukan , apa?”, tanya Pak AR
“ Kami belum melakukan apa-apa, Pak ?” jawab aktivis yang lainnya
“ Sekarang saya mau bertanya, “ Apakah ada diantara kalian yang dapat
menyanyi, bisa bikin mainan dari kertas, bisa main gitar, bisa menari , bisa
mengaji …?” Tanya Pak AR beruntun
“ Kebetulan kami termasuk pecinta seni,dan masih bisa ngaji walau kami
masih pas-pasan , Pak !” jawab beberapa aktivis serempak
“ Baiklah…biarkan Minggu sore diajari Romo Pastur, sekarang adik-adik
menjadwalkan diri, yang ada waktu luang hari Senin sore ajari anak-anak kali
code untuk bernyanyi, dengan ‘Topi Saya Bundar’ syairnya diubah menjadi,
‘Tuhan saya satu, satu Tuhan saya, kalau tidak satu, bukan Tuhan saya’, yang
luang pada Selasa sore ajari anak-anak belajar menari, yang punya waktu pada
Rabu sore ajari anak-anak mengaji, yang punya waktu pada Kamis sore ajari
anak-anak dengan berhitung, dll, nanti saya akan usahakan permen dan
bukunya, bagaimana?” Pak AR menantang anak-anak muda
“ Baiklah Pak, kami akan segera berbuat “, Jawab aktivis
Sebulan kemudian setelah para generasi muda muslim yang kebanyakan terdiri
dari para pelajar dan mahasiswa itu, melakukan program yang telah disepakati
dengan Pak AR , lama-lama Romo Pastur jarang datang ke lokasi anak-anak
muslim. (di reproduksi dari buku “ Anekdot dan kenanagn lepas Pak AR”)
2) Mengantar Pak AR ke masjid Dadab Ayu Semanu
Matahari Terbit
404 Diatas Seribu Bukit
Sejarah Pergerkan Muhammadiyah Gunungkidul