Page 175 - MATAHARI TERBIT DIATAS SERIBU BUKIT- 2023
P. 175
Rongga Puspawilaga dalam kemarahannya yang memuncak, melarikan kudanya
ke arah Desa Piyaman. Sedangkan pasukannya yang hanya berjalan kaki
tertinggal di belakang.
Sewaktu kuda Ki Rongga baru akan memasuki desa, mendadak saja Ki
Demang Piyaman telah muncul di depannya, dengan tumbak berdarah di
tangannya. Sebelum Rongga Puspawilaga sadar benar dengan siapa dia
berhadapan, mendadak saja tumbak berdarah di tangan Ki Demang Piyaman
telah menerobos ke depan, mengenai mulut kuda, tetapi karena meleset
malahan langsung menancap di dada Rongga Puspawilaga, sehingga jatuh
terguling dan mati seketika, kebetulan di bawah pohon asem, tempat tersebut
sekarang menjadi Desa Ngasem Raden.
Begitu melihat musuhnya jatuh mati dan berdarah, Ki Demang bengong
sendiri kebingungan. Karena dia sebenarnya tidak bermaksud membunuhnya.
Sebentar dia melihat ujung tumbaknya berdarah, sebentar lagi melihat ke
mayat musuhnya. Dia tidak tahu lagi, bagaimana dia harus memberikan laporan
kepada Tumenggung Wiranegara, Bupati Gunung Kidul yang berada di samping
itu. Mbok Niti telah ampai pula di tempat itu. Dia sempat melihat sikap adiknya
yang bengong kebingungan, dan dia dapat pula menebak, apa yang telah
difikirkan adiknya.
Karenanya dia segera menyuruh adiknya, agar Ki Demang segera lapor
ke Temanggung Wiranegara di samping itu, bahwa Bupati Anom Rongga
Puspawilaga mengamuk di desa Piyaman dan dengan membakari rumah
penduduk. Setelah mendengar laporan Ki Demang Piyaman tentang
mengamuknya Rongga Puspawilaga, dengan membakari rumah-rumah
penduduk itu Tumenggung Wiranegara segera saja mengumpulkan
pasukannya, dan diberi perintah untuk menangkap Bupati Anom Rongga
Puspawilaga hidup ataupun mati, dan dia sendiri memimpin pasukan dengan
didampingi Ki Demang Wanapawira. Sepeninggal adiknya Mbok Niti segera
memanggil beberapa orang, disuruhnya membakar beberapa warung di dalam
Matahari Terbit
162 Diatas Seribu Bukit
Sejarah Pergerkan Muhammadiyah Gunungkidul